BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem keuangan Islam merupakan bagian dari konsep yang
lebih luas tentang ekonomi Islam. Sistem keuangan Islam bukan hanya sekedar
transaksi komersial, namun harus juga samapai kepada lembaga keuangan demi
dapat mengimbangi tuntutan zaman. Bentuk sistem keuangan atau lembaga keuangan
Islam harus menghindari adanya unsur riba, gharar dan maitsir. Dalam mengatasi
riba, Islam menggantinya dengan mekanisme bagi hasil baik dalam perbankan
syariah, koperasi syariah, asuransi syariah dan lembaga syariah lainnya.
Lembaga keuangan syari’ah dipandang sebagai sarana oleh para
masyarakat modern dalam prinsip Ta’awun (tolong-menolong untuk kebaikan) dan
prinsip menghindari Al-Ikhtinaz yaitu menahan uang dan membiarkannya menganggur
tidak berputar untuk transaksi yang bermanfaat bagi masyarakat. Pada masyarakat
modern saat ini di kalangan UMKM lembaga keuangan mikro sangat berperan dalam
hal keterkaitan usaha masyarakat, membantu masyarakat yang ingin berwirausaha
sehingga memerlukan dana. Peran leasing disini adalah membantu atau meringankan
masyarakan di sekor UMKM.
Dalam realitasnya, leasing merupakan
suatu akad untuk menyewa sesuatu barang dalam kurun waktu tertentu. Leasing ini
ada dua katagori global, yaitu operating lease dan financial lease. Operating
lease merupakan suatu proses menyewa suatu barang untuk mendapatkan hanya
manfaat barang yang disewanya, sedangkan barangnya itu sendiri tetap merupakan
milik bagi pihak pemberi sewa. Sewa jenis pertama ini berpadanan dengan konsep
ijarah di dalam syariah Islam yang secara hukum Islam diperbolehkan dan tidak
ada masalah.
Leasing adalah merupakan suatu “kata
atau perselisihan” baru dari bahasa asing yang masuk ke dalam bahasa Indonesia,
yang sampai sekarang perdananya belum ada yang cocok. Istilah leasing
diterjemahkan dengan kata “sewa guna usaha”.
Secara umum leasing artinya equipment funding, yaitu pembiayaan
peralatan/barang modal untuk digunakan pada proses produksi suatu perusahaan
baik secara langsung maupun tidak.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apakah pengertian dari
LeasingSyari’ah ?
2.
Bagaimanakah sejarah perkembangan
Leasing Syari’ah?
3.
Apa sajakah dasar hukum yang
melandasi Leasing Syari’ah ?
4.
Bagaimanakah praktek operasional
Leasing Syari’ah ?
1.3 Tujuan Masalah
1.
Untuk mengetahui pengertian dari
LeasingSyari’ah.
2.
Untuk mengetahui sejarah
perkembangan Leasing Syari’ah.
3.
Untuk mengetahui dasar hukum yang
melandasi Leasing Syari’ah.
4.
Untuk mengetahui praktek operasional
Leasing Syari’ah.
1.4 Manfaat Penelitian
1.
Mahasiswa mampu memahami tentang
pengertian dari LeasingSyari’ah.
2.
Mahasiswa mampu memahami tentang
sejarah perkembangan Leasing Syari’ah.
3.
Mahasiswa mampu memahami tentang
dasar hukum yang melandasi Leasing Syari’ah.
4.
Mahasiswa mampu memahami tentang
praktek operasional Leasing Syari’ah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Leasing Syari’ah
Menurut
bahasa leasing berarti “sewa guna usaha”. Secara umum leasing artinya equipment
funding, yaitu pembiayaan peralatan/barang modal untuk digunakan pada proses
produksi suatu perusahaan baik secara langsung maupun tidak. Leasing berasal dari kata lease yang berarti menyewa. Dalam syariah dikenal
sebagai Al Ijarah. Al Ijarah
berasal dari kata al ajru yang berarti al ‘iwadhu (ganti).
Pengertian Berdasar Mazhab :
•
Mazhab Syafi’i : suatu transaksi terhadap suatu manfaat yang dituju secara
tertentu bersifat mubah dan bisa dimanfaatkan dengan imbalan tertentu.
•
Mazhab Hambali dan Maliki : pemilikan manfaat sesuatu yang dibolehkan dalam
waktu tertentu dengan suatu imbalan
•
Mazhab Hanafi : transaksi suatu manfaat dengan imbalan.
Leasing (sewa guna usaha) pertama
dikenal di Amerika Serkat, yaitu berasal dari kata lease yang berarti menyewa.
Sedangkan dalam ekonomi Islam dikenal dengan al-ijarah, berasal dari kata
al-ajru yang berarti al-iwadhu (ganti).[1]
Pada Pasal 1
Surat Keputusan Bersama Tiga Mentri Keuangan, Menteri Perdaganagan, dan Menteri
Perindustrian NO. KEP-122/MK/IV/2/1974, dan No. 30/Kpb/I/1974 7febuari 1974,
menyebutkan bahwa leasing itu adalah[2]
: “Setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang
modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk satu jangka waktu secara
berkala, disertai dengan hak pilih (optie) bagi perusahaan tersebut untuk
membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu
leasing berdasarkan nilali sisa yang telah disepakati bersama”
Equipment
Leasing Association di London memberikan definisi leasing sebagai berikut[3]
: “leasing adalah perjanjian antara lessor dan lesse untuk menyewa suatu jenis
barang modal tertentu yang dipilih?ditentukan oleh lesse. Hak pemilikan atas
barang modal tersebut ada pada lessor, sedangkan lesse hanya menggunakan barang
modal tersebut berdasarkan pembayaran uang sewa yang telah ditentukan dalam
suatu jangka waktu tertentu.
Al-Ijarah merupakan akad pemindahan hak guna atas barang
atau jasa dalam batasan waktu tertentu, melalui pembayaran upah sewa, tanpa
diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang.[4]
Dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 233 Firman Allah:
“.....dan
jika Kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak ada dosa bagimu apabila
kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kepada Allah dan
ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”.
Sewa guna
usaha syari’ah adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal
baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi maupun tanpa hak opsi yang akan
digunakan oleh penyewa selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran
secara angsuran dimana menggunakan prinsip ijarah dan ijarah muntahiyah
bittamlik. Sewa guna usaha syari’ah diatur di dalam:
1. Peraturan Ketua Badan Pasar Modal
dan Lembaga Keuangan Nomor Per-03/BL/2007 tentang Kegiatan Perusahaan
Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syari’ah.
2. Peraturan Ketua Badan Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan Nomor Per-04/BL/2007 tentang Akad-akad Yang Digunakan Dalam Kegiatan
Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syari’ah.
3. Surat Dewan Syari’ah Nasional
Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Nomor B-323/DSN-MUI/XI/2007 tanggal 29
November 2007 tentang Pernyataan DSN-MUI atas Peraturan Badan Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan.
Dasar hukum yang dipakai dalam sewa guna usaha syari’ah
berlainan dengan dasar hukum yang dipakai dalam sewa guna usaha konvensional
karena sewa guna usaha konvensional diatur di dalam Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing). Sewa guna
usaha konvensional menganut asas-asas yang berlaku di dalam KUHPerdata dimana
kiblatnya adalah hukum Eropa Kontinental, seperti asas kebebasan berkontrak.
Sedangkan sewa guna usaha syari’ah menganut asas-asas yang kiblatnya kepada
Al-Qur’an dan Al-Hadits. Adapun asas-asas dalam Hukum Perdata Islam yang
digunakan di dalam sewa guna usaha syari’ah yaitu:
1. Asas Kebolehan
2. Asas kebebasan dan Kesukarelawan.
3. Asas Pembawa Manfaat dan Menolak Mudharat
4. Asas Kebajikan atau Kebaikan.
5. Asas Adil dan Seimbang.
6. Asas Larangan Merugikan Diri Sendiri
dan Orang Lain.
7. Asas mendapatkan hak karena usaha
dan jasa.
8. Asas Mengatur dan Memberi Petunjuk.
9. Asas Kebebasan Berusaha
10. Asas Beritikad Baik dan Dilindungi.
11. Asas Mendahulukan Kewajiban Daripada
Hak.
2.2 Sejarah Perkembangan Leasing
Perkembangan ekonomi Islam di Indonesia cukup pesat. Hal itu
ditandai dengan meningkatnya jumlah bank syariah dan lembaga keuangan non bank.
Ada beberapa yang memang asli syariah, akan tetapi ada yang berupa unit usaha
syariah. Dalam kehidupan perekonomian, kita tidak hanya mengenal perbankan
syariah yang memang menjadi perhatian banyak orang. Ekonomi Islam bukan hanya
sekedar membahas tentang perbankan Islam, tetapi semua hal yang berkaitan
dengan kehidupan ekonomi manusia.
Dengan perkembangan perbankan Islam, juga berkembang praktek
ekonomi Islam yang lain, seperti leasing, asuransi, pasar modal, dana pensiun,
pegadaian, lembaga zakat, koperasi dan lain sebagainya. Kemajuan ini menjadi
sinyal positif untuk menunjang segala kebutuhan masyarakat yang diselenggarakan
secara Islami, mengingat sebelumnya belum tersedia pelayanan dan proses pemenuhan
kebutuhan masyarakat yang sesuai dengan syariat Islam.
Perekonomian yang Islami, perlu adanya instrumen yang
menunjang, baik yang disediakan oleh pemerintah maupun swasta. Perkembangan
praktek ekonomi Islam di masyarakat cukup pesat sehingga perlu mendapatkan
sebuah payung hukum dan aturan yang berfungsi untuk melindungi proses ekonomi
yang dilakukan oleh masyarakat. Termasuk dalam hal ini lembaga pembiayaan non
bank perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah. Lembaga Pembiayaan
adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan
dana atau barang modal dengan tidak menarik dana langsung dari masyarakat.
Bidang usaha lembaga pembiayaan mencakup beberapa alternatif kegiatan
pembiayaan seperti sewa guna usaha (leasing), anjak piutang (factoring), kartu
kredit (credit card), dan pembiayaan konsumen (consumer finance).
Memasuki dekade tahun 2000 industri jasa pembiayaan di
Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat sehingga menuntut industri
jasa pembiayaan dapat menyesuaikan diri dengan kebutuhan masyarakat terhadap
pelayanan jasa keuangan yang sangat kompleks. Perkembangan industri jasa
pembiayaan ini secara keseluruhan telah mampu menjadikannya sebagai suatu
industri yang cukup menonjol dalam dunia bisnis khususnya sektor keuangan yang
diperlukan dalam menunjang pembangunan ekonomi secara nasional.[5]
Peranan yang menonjol dari industri jasa pembiayaan adalah
menyediakan dana bagi masyarakat yang memerlukan sumber dana pembiayaan baik
untuk keperluan investasi, modal kerja, atau semata-mata untuk barang yang akan
dipakai sendiri (konsumsi). Dana yang disalurkan oleh industri jasa pembiayaan
kepada masyarakat diharapkan akan dapat bermanfaat untuk mendorong perkembangan
perekonomian nasional.
Dengan perkembangan kegiatan industri jasa pembiayaan yang
sedemikian pesat, Pemerintah dalam hal ini Departemen Keuangan dituntut untuk
mengoptimalkan perannya sebagai regulator dan supervisor kegiatan jasa
pembiayaan melalui upaya kebijakan yang mendorong kearah perkembangan industri
jasa pembiayaan secara berkesinambungan. Salah satu upaya Departemen Keuangan
dalam rangka optimalisasi peran dilakukan melalui peningkatan fungsi pembinaan
dan pengawasan secara berkelanjutan dengan tujuan untuk memastikan bahwa
pengelolaan kegiatan industri jasa pembiayaan telah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, termasuk di dalamnya perusahaan pembiayaan
yang berbasis syariah.
Pada hari Senin, 10 Desember 2007, Bapepam dan LK melalui
Peraturan Ketua Bapepam dan LK Nomor Per-03/BL/2007 dan Nomor Per-04/BL/2007
telah menerbitkan satu paket regulasi yang terkait dengan Perusahaan Pembiayaan
yang melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah, yaitu Peraturan tentang
Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah dan Peraturan
tentang Akad-Akad Yang Digunakan Dalam Kegiatan Perusahaan Pembiayaan
Berdasarkan Prinsip Syariah. Penerbitan paket regulasi tersebut adalah untuk
memberikan landasan hukum yang memadai berkaitan dengan kegiatan Perusahaan
Pembiayaan yang melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah serta guna
memenuhi kebutuhan masyarakat pada industri pembiayaan yang memerlukan
keragaman sumber pembiayaan dan pendanaan berdasarkan pada syariat Islam.
Pembahasan kedua peraturan dimaksud telah melibatkan
Asosiasi Perusahaan Pembiayaan dan Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama
Indonesia (DSN-MUI). Terhadap kedua peraturan tersebut, DSN-MUI, melalui surat
Nomor B-323/DSN-MUI/XI/2007 tanggal 29 Nopember 2007 telah menyatakan bahwa
secara umum kedua peraturan dimaksud tidak bertentangan dengan prinsip syariah
dan fatwa-fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN-MUI.[6]
Adapun lingkup pengaturan dari peraturan tentang kegiatan
perusahaan pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah antara lain meliputi: (1)
pengaturan yang terkait dengan sumber pendanaan yang antara lain dapat
dilakukan melalui pendanaan Mudharabah Mutlaqah, pendanaan Mudharabah
Muqayyadah, pendanaan Mudharabah Musytarakah dan pendanaan Musyarakah; (2)
pengaturan yang terkait dengan kegiatan pembiayaan bagi perusahaan pembiayaan
yang dapat dilakukan melalui pembiayaan dengan menggunakan akad-akad Ijarah,
Ijarah Muntahiah Bit Tamlik, Wakalah Bil Ujrah, Murabahah, Salam dan Istishna :
(3) kewajiban perusahan pembiayaan untuk memiliki Dewan Pengawas Syariah; dan
(4) kewajiban pelaporan.
Sedangkan peraturan tentang akad-akad yang digunakan dalam
kegiatan perusahaan pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah, bertujuan untuk
memberikan pedoman tentang hak dan kewajiban para pihak, obyek atas transaksi,
persyaratan-persyaratan pada setiap jenis akad serta dokumentasi yang digunakan
oleh perusahaan pembiayaan dalam melakukan kegiatan usaha pembiayaan dengan
menggunakan akad-akad sebagaimana telah diatur dalam peraturan dimaksud.
Dengan demikian, perkembangan
Leasing secara singkat, sebagai
berikut:
1. Leasing dikenal sejak 2000SM oleh bangsa sumeria masih
belum dalam lembaga perbankan.
2. 400SM bangsa Nippur mulai mengembangkan dalam lembaga
perbankan.
3. 1850M di Amerika leasing diperkenalkan oleh Tom Clark
, berlanjut muncul perusahaan-perusahaan leasing 1952M.
4. 1974M
diperkenalkan di Indonesia.
5. 10 Desember 2007 terbit regulasi yang terkait
Perusahaan Pembiayaan berdasar prinsip syariah.
2.3 Dasar Hukum Leasing Syari’ah
1. Al-Qur’an
“Apakah mereka
yang membagi-bagi rahmat Tuhan-Mu? Kami telah menentukan antara mereka
penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian
mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat
mempergunakan yang lain. Dan rahmat Tuhan-Mu lebih baik dari apa
yang mereka kumpulkan.” (QS.43:32)
“dan jika kamu
ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak dosa bagimu apabila kamu
memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kamu kepada Allah dan
ketauhilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS.2:233)
2. Hadist
“berbekamlah
kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada tukang bekam itu.” [7]
“berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya
kering.”[8]
“Barang siapa mempekerjakan pekerja,
beritahukanlah upahnya” [9]
“dahulu kami menyewa tanah dengan (jalan
membayar dari) tanaman yang tumbuh. Lalu Rasulullah melarang kami cara itu dan
memerintahkan kami agar membayarnya dengan uang emas atau perak.” [10]
“Allah Ta’ala berfirman: Ada tiga golongan
yang pada hari kiamat (kelak) Aku akan menjadi musuh mereka: (pertama) seorang
laki-laki yang mengucapkan sumpah karena Aku kemudian ia curang, (kedua)
seorang laki-laki yang menjual seorang merdeka lalu dimakan harganya, dan
(ketiga) seorang laki-laki yang mempekerjakan seorang buruh lalu sang buruh
mengerjakan tugas dengan sempurna, namun ia tidak memberinya upahnya.”[11]
“Rasulullah melarang dua bentuk akad sekaligus
dalam satu obyek”[12]
3. Fatwa Dewan Syariah
Nasional
·
Fatwa DSN
No:09/DSN-MUI/IV/2000 tentang IJARAH (Berisi tentang Rukun dan Syarat Ijarah, Ketentuan Objek Ijarah,
Kewajiban LKS dan Nasabah dalam Pembiayaan Ijarah).
·
Fatwa DSN No:
27/DSN-MUI/III/2002 tentang AL-IJARAH
AL-MUNTAHIYAH BI AL-TAMLIK (Berisi tentang Rukun dan Syarat akad Ijarah Muntahiyah Bittamlik, Ketentuan, dan Hal-hal
yang dilakukan jika terjadi perselisihan).
2.4 Praktek
Operasional Leasing Syari’ah
Sebelum mengenal lebih dalam tentang leasing syariah,
terlebih dahulu harus mengenal pihak-pihak yang terlibat pada pembiayaan
leasing. Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam proses pemberian fasilitas
leasing adalah sebagai berikut:
a. Lessor.
Merupakan
perusahaan leasing yang membiayai keinginan para nasabahnya untuk memperoleh barang-barang
modal.
b. Lessee
Nasabah
yang mengajukan permohonan leasing kepada lessor untuk memperoleh barang modal
yang diinginkan.
c. Supplier
Pedagang
yang menyediakan barang yang akan dileasing sesuai perjanjian antara lessors
dengan lessee dan dalam hal ini supplier juga dapat bertindak sebagai lessor.
d. Asuransi
Merupakan
perusahaan yang akan menanggung resiko terhadap perjanjian antara lessor dengan
lessee. Dalam hal ini lessee dikenakan biaya asuransi dan apabila terjadi
sesuatu, maka perusahaan akan menanggung resiko sebesar sesuai dengan
perjanjian terhadap barang yang dileasingkan.[13]
·
Macam-macam kegiatan leasing syariah/ ijarah
1. Ijarah adalah akad sewa
menyewa antara pemilik ma’jur (obyek sewa) dan musta’jir (penyewa) untuk
mendapatkan imbalan atas obyek sewa yang disewakannya. Ijarah Muntahiyah bittamlik
adalah akad sewa menyewa antara pemilik obyek sewa dan penyewa untuk
mendapatkan imbalan atas obyek sewa yang disewakannya dengan opsi perpindahan
hak milik obyek sewa pada saat tertentu sesuai dengan akad sewa.[14]
2. Perpindahan hak milik
obyek sewa kepada penyewa dalam ijarah
muntahiyah bit tamlik dapat dilakukan dengan:
a.
Hibah
b.
Penjualan
sebelum akad berakhir sebesar harga yang sebanding dengan sisa cicilan sewa
c.
Penjualan pada akhir masa sewa dengan pembayaran tertentu
yang disepakati pada awal akad
d. Penjualan secara bertahap sebesar harga
tertentu yang disepakati dalam akad.
3. Pemilik obyek sewa dapat
meminta penyewa menyerahkan jaminan atas ijarah
untuk menghindari risiko kerugian. Jumlah, ukuran, dan jenis obyek sewa harus
jelas diketahui dan tercantum dalam akad.
·
Praktek operasional Leasing Syari’ah
Ijarah
|
Leasing
|
|
1
|
Objek: manfaat barang dan jasa.
|
Objek : Manfaat barnag
saja.
|
2
|
Methods of Payment :
a. Contingent to performance
b. Notcontingentto performance
|
Methods of Payment :
not continget to performance
|
3
|
Transfer of Title :
a. Ijarah : no transfer of title
b. IMBT : promise to sell or hibah at the beginning of period
|
Transfer of title :
a. Operating Lease : no transfer of title.
b. Financial lease : option to buy or not to buy, at the end of
period.
|
4
|
Lease Purchasse/ sewa
beli : bentuk leasing seperrti ini haram karena adanya gharar, (yakni antara
sewa dan beli)
|
Lease-Purchase / sewa
– beli. Ok.
|
5
|
Sale and Lease Back
OK.
|
Sale and Lease Back
OK.
|
1)
Objek
2)
Metode Pembayaran[15]
Leasing hanya mempunyai satu metode pembayaran, yakni yang
bersifat Not Contingent to Performance. Artinya : pembayaran sewa pada leasing
tidak teerganttung pada kinerja objek yang disewa.
Dari segi metode pembaayaran ijarah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
ijarah yang pembayarannya tergantung pada kinerja objek yang disewa dan ijarah
yang pembayarannya tidak tergantung pada kinerja objek yang disewa. Ijarah yang
pembayaraanya tergantung pada kinerja objek yang disewa disebut ijarah, gaji
dan atau sewa. Sedangkan, ijarah yang pembayaraannya tidak tergantung pada
kinerja objek yang disewa disebut ju’alah, atau succes fee.
3)
Perpindahan Kepemilikan (Transfer of Title)
Dari aspek perpindahan kepemilikan, dalam leasing kita kenal ada
dua jenis: operating lease dan financial lease. Dalam operating leas, tidak
terjadi pemindahan kepemilikan aset, baik awal maupun di akhir periode.
Operating
Lease No
Transfer of Title
|
Gambar 1.1 Operating Lease
Dalam financial lease,
di akhir periode sewa si penyewa diberikan pilihan untuk membeli atau tidak
membeli barang yang disewa tersebut. Jadi transfer of title masih berupa
pilihan, dan dilakukan di akhir periode.
Financial Lease Transfer
of Title with Options :
1.
To buy
2.
Not to buy
|
Gambar 1.2 Financial
Lease
4)
Lease Purchase
Lease
Purchase yakni kontrak sewa sekaligus beli. Dalam kontrak sewa beli ini,
perpindahan kepemilikan terjadi selama periode sewa secara bertahap[16]. Bila kontrak sewa-beli
ini dibatalkan, hak milik barang terbagi antara milik penyewa dengan milk yang
menyewakan.
Lease and
Purchase
Transfer of title
during the whole period
|
Gambar 1.3 Sewa-Beli
5)
Sale and Lease-Back
Sale
and lease-back terjadi bila, misalnya A menjual barang X ke B, tetapi karena A
tetap ingin memiliki barang X tersebut, B menyewakannya kembali kepada A dengan
kontrak financial lease, sehingga A mempunyai pilihan untuk membeli barang X
tersebut di akhir periode.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Leasing syariah merupakan pembiayaan
alternative di bidang UMKN bagi masyarakat yang ingin bergelut di bidang
usaha. Dalam
konsep pembiayaan syari’ah dalam artian perusahaan kredit, pada saat ini sudah
banyak menerapkan dengan menggunakan prinsip syari’ah. Salah satu yang menjadi
indikator perusahaan menggunakan sistem syari’ah dikarenakan terbebas dari
bunga atau riba dibandingkan dengan perusahaan konvensional yang masih
menggunakan sistem bunga. Prinsip syari’ah yang diterapkan dapat memberikan
kemudahan sebagian besar masyarakat dalam memenuhi kebutuhan mereka.
Setelah melihat produk
yang ditawarkan dan penerapannya pada perusahaan leasing syariah di atas, kita dapat melihat ada sedikit perbedaan
antara isi dari pengertian dan konsep Leasing
atau system Ijarah dalam makalah ini
dengan produk dan penerapannya pada perusahaan leasing syariah terbebut. Dalam konsep leasing dengan dasar ijarah
tidak ada opsi transaksi menggunakan akad murabahah,
sedangkan dalam produk yang ditawarkan perusahaan leasing tersebut ada opsi menggunakan akad murabahah.
Melihat adanya penawaran
produk pada perusahaan leasing
syariah dengan akad murabahah sejauh
ini cukup sesuai. Karena murabahah
masih dalam konsep ekomoni Islam (syari’ah). Dengan adanya perusahaan
pembiayaan yang berbasis syariah bukan bank menjadi salah satu alternatif dari
metode pembiayaan yang lebih fleksibel dalam menyalurkan dana berupa pembiayaan
secara syariah kepada masyarakat di Indonesia. Praktik perusahaan pembiayaan
yang berlandaskan syariah akan lebih menjadi alternatif yang tepat dan
prospektif mengingat sebagian besar umat Islam merupakan mayoritas penduduk di
Indonesia.
Untuk menunjang
perkembangan perusahaan pembiayaan syariah diperlukan perhatian semua pihak,
agar perusahaan pembiayaan berbasis syariah dapat berkembang dan terkendali
dengan baik berada dalam real syariah. Sekali lagi, komitmen dan peran
pemerintah menjadi sebuah keniscayaan yang menjadi pendukung utama terhadap
pertumbuhan dan perkembangan perusahaan pembiayaan syariah di Indonesia.
Daftar
Pustaka
Ayub Muhammad. 2007. Understanding
Islamic Finance A-z Keuangan Syari’ah. Terj. Aditiya Wisnu Pribadi. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama.
Tunggal W Amin, Tunggal D Arif.
1994. Akuntasi Leasing (Sewa Guna Usaha).
Jakarta : Rineka Cipta.
Chaptra M Umer, Tariqullah Khan.
2008. Regulasi dan Pengawasan Bank
Syari’ah. Jakarta : Bumi Aksara.
Ibrahim warde. 2009. Islamic
Finance : Keuangan Islam Dalam Perekonomian Global. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.
Dimyauddin Djuwaini.
2008. Pengantar Fiqh Muamalah,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Karim A Adiwarman.
2010. Bank Islam Analisis Fiqh dan
Keuangan. Jakarta: Raja Grafindo Perseda.
[1]Ibrahim warde, Islamic
Finance : Keuangan Islam Dalam Perekonomian Global. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. 2009.
[2]Amin W
Tunggal. Akuntansi Leasing (sewa guna
usaha). Jakarta : Rineka Cipta. 1994. Hlm. 2
[3] Amin W
Tunggal. Akuntansi Leasing (sewa guna
usaha). Jakarta : Rineka Cipta. 1994. Hlm. 3
[4]
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2008, hal: 153
[5]Kasmir. Bank dan lembaga keuangan
lainnya edisi keenam. Jakarta: RajaGrafindo Persada. 2002.
[6] Subagyo dkk. Bank dan Lembaga
keuangan lainnya. Yogyakarta: STIE YKPN. 2002.
[7] HR.Bukhari
dan Muslim
[8] HR.Ibnu
Majah
[9] HR. ‘Abd
ar-Razzaq dari Abu Hurairah dan Abu Sa’id al-Khudri
[10] HR.Nasa’i
[11] Hasan:
Irwa-ul Ghalil no: 1489 dan Fathul Bari IV: 417 no: 2227
[12] HR
Ahmad dari Ibnu Mas’ud
[13]
Gemala Dewi. Aspek-aspek
Hukum Dalam Perbankan Dan Perasuransian Syariah Di Indonesia. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group. 2006.
[14]
Karim, Adiwarman. Bank Islam
Analisis Fiqh dan Keuangan. Jakarta: RajaGrafindo Persada. 2004. Hlm. 137
[15] Karim,
Adiwarman. Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan. Jakarta: RajaGrafindo
Persada. 2004. Hlm. 141.
[16] Karim,
Adiwarman. Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan. Jakarta: RajaGrafindo
Persada. 2004. Hlm. 144.