leasing syariah



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Sistem keuangan Islam merupakan bagian dari konsep yang lebih luas tentang ekonomi Islam. Sistem keuangan Islam bukan hanya sekedar transaksi komersial, namun harus juga samapai kepada lembaga keuangan demi dapat mengimbangi tuntutan zaman. Bentuk sistem keuangan atau lembaga keuangan Islam harus menghindari adanya unsur riba, gharar dan maitsir. Dalam mengatasi riba, Islam menggantinya dengan mekanisme bagi hasil baik dalam perbankan syariah, koperasi syariah, asuransi syariah dan lembaga syariah lainnya.
Lembaga keuangan syari’ah dipandang sebagai sarana oleh para masyarakat modern dalam prinsip Ta’awun (tolong-menolong untuk kebaikan) dan prinsip menghindari Al-Ikhtinaz yaitu menahan uang dan membiarkannya menganggur tidak berputar untuk transaksi yang bermanfaat bagi masyarakat. Pada masyarakat modern saat ini di kalangan UMKM lembaga keuangan mikro sangat berperan dalam hal keterkaitan usaha masyarakat, membantu masyarakat yang ingin berwirausaha sehingga memerlukan dana. Peran leasing disini adalah membantu atau meringankan masyarakan di sekor UMKM.
Dalam realitasnya, leasing merupakan suatu akad untuk menyewa sesuatu barang dalam kurun waktu tertentu. Leasing ini ada dua katagori global, yaitu operating lease dan financial lease. Operating lease merupakan suatu proses menyewa suatu barang untuk mendapatkan hanya manfaat barang yang disewanya, sedangkan barangnya itu sendiri tetap merupakan milik bagi pihak pemberi sewa. Sewa jenis pertama ini berpadanan dengan konsep ijarah di dalam syariah Islam yang secara hukum Islam diperbolehkan dan tidak ada masalah.
Leasing adalah merupakan suatu “kata atau perselisihan” baru dari bahasa asing yang masuk ke dalam bahasa Indonesia, yang sampai sekarang perdananya belum ada yang cocok. Istilah leasing diterjemahkan dengan kata “sewa guna usaha”.  Secara umum leasing artinya equipment funding, yaitu pembiayaan peralatan/barang modal untuk digunakan pada proses produksi suatu perusahaan baik secara langsung maupun tidak.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian dari LeasingSyari’ah ?
2.      Bagaimanakah sejarah perkembangan Leasing Syari’ah?
3.      Apa sajakah dasar hukum yang melandasi Leasing Syari’ah ?
4.      Bagaimanakah praktek operasional Leasing Syari’ah ?

1.3  Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui pengertian dari LeasingSyari’ah.
2.      Untuk mengetahui sejarah perkembangan Leasing Syari’ah.
3.      Untuk mengetahui dasar hukum yang melandasi Leasing Syari’ah.
4.      Untuk mengetahui praktek operasional Leasing Syari’ah.

1.4  Manfaat Penelitian
1.      Mahasiswa mampu memahami tentang pengertian dari LeasingSyari’ah.
2.      Mahasiswa mampu memahami tentang sejarah perkembangan Leasing Syari’ah.
3.      Mahasiswa mampu memahami tentang dasar hukum yang melandasi Leasing Syari’ah.
4.      Mahasiswa mampu memahami tentang praktek operasional Leasing Syari’ah.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Leasing Syari’ah

Menurut bahasa leasing berarti “sewa guna usaha”. Secara umum leasing artinya equipment funding, yaitu pembiayaan peralatan/barang modal untuk digunakan pada proses produksi suatu perusahaan baik secara langsung maupun tidak. Leasing berasal dari kata lease yang berarti menyewa. Dalam syariah dikenal sebagai Al Ijarah. Al Ijarah berasal dari kata al ajru yang berarti al ‘iwadhu (ganti).
Pengertian Berdasar Mazhab :
      Mazhab Syafi’i : suatu transaksi terhadap suatu manfaat yang dituju secara tertentu bersifat mubah dan bisa dimanfaatkan dengan imbalan tertentu.
      Mazhab Hambali dan Maliki : pemilikan manfaat sesuatu yang dibolehkan dalam waktu tertentu dengan suatu imbalan
      Mazhab Hanafi : transaksi suatu manfaat dengan imbalan.
Leasing (sewa guna usaha) pertama dikenal di Amerika Serkat, yaitu berasal dari kata lease yang berarti menyewa. Sedangkan dalam ekonomi Islam dikenal dengan al-ijarah, berasal dari kata al-ajru yang berarti al-iwadhu (ganti).[1]
Pada Pasal 1 Surat Keputusan Bersama Tiga Mentri Keuangan, Menteri Perdaganagan, dan Menteri Perindustrian NO. KEP-122/MK/IV/2/1974, dan No. 30/Kpb/I/1974 7febuari 1974, menyebutkan bahwa leasing itu adalah[2] : “Setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk satu jangka waktu secara berkala, disertai dengan hak pilih (optie) bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilali sisa yang telah disepakati bersama”
Equipment Leasing Association di London memberikan definisi leasing sebagai berikut[3] : “leasing adalah perjanjian antara lessor dan lesse untuk menyewa suatu jenis barang modal tertentu yang dipilih?ditentukan oleh lesse. Hak pemilikan atas barang modal tersebut ada pada lessor, sedangkan lesse hanya menggunakan barang modal tersebut berdasarkan pembayaran uang sewa yang telah ditentukan dalam suatu jangka waktu tertentu.
Al-Ijarah merupakan akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa dalam batasan waktu tertentu, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang.[4] Dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 233 Firman Allah:
“.....dan jika Kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”.
Sewa guna usaha syari’ah adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi maupun tanpa hak opsi yang akan digunakan oleh penyewa selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran dimana menggunakan prinsip ijarah dan ijarah muntahiyah bittamlik. Sewa guna usaha syari’ah diatur di dalam:
1.      Peraturan Ketua Badan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor Per-03/BL/2007 tentang Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syari’ah.
2.       Peraturan Ketua Badan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor Per-04/BL/2007 tentang Akad-akad Yang Digunakan Dalam Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syari’ah.
3.      Surat Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Nomor B-323/DSN-MUI/XI/2007 tanggal 29 November 2007 tentang Pernyataan DSN-MUI atas Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.
Dasar hukum yang dipakai dalam sewa guna usaha syari’ah berlainan dengan dasar hukum yang dipakai dalam sewa guna usaha konvensional karena sewa guna usaha konvensional diatur di dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing). Sewa guna usaha konvensional menganut asas-asas yang berlaku di dalam KUHPerdata dimana kiblatnya adalah hukum Eropa Kontinental, seperti asas kebebasan berkontrak. Sedangkan sewa guna usaha syari’ah menganut asas-asas yang kiblatnya kepada Al-Qur’an dan Al-Hadits. Adapun asas-asas dalam Hukum Perdata Islam yang digunakan di dalam sewa guna usaha syari’ah yaitu:
1.      Asas Kebolehan
2.      Asas kebebasan dan Kesukarelawan.
3.      Asas Pembawa Manfaat dan Menolak Mudharat
4.       Asas Kebajikan atau Kebaikan.
5.      Asas Adil dan Seimbang.
6.      Asas Larangan Merugikan Diri Sendiri dan Orang Lain.
7.      Asas mendapatkan hak karena usaha dan jasa.
8.      Asas Mengatur dan Memberi Petunjuk.
9.      Asas Kebebasan Berusaha
10.  Asas Beritikad Baik dan Dilindungi.
11.  Asas Mendahulukan Kewajiban Daripada Hak.

2.2  Sejarah Perkembangan Leasing
Perkembangan ekonomi Islam di Indonesia cukup pesat. Hal itu ditandai dengan meningkatnya jumlah bank syariah dan lembaga keuangan non bank. Ada beberapa yang memang asli syariah, akan tetapi ada yang berupa unit usaha syariah. Dalam kehidupan perekonomian, kita tidak hanya mengenal perbankan syariah yang memang menjadi perhatian banyak orang. Ekonomi Islam bukan hanya sekedar membahas tentang perbankan Islam, tetapi semua hal yang berkaitan dengan kehidupan ekonomi manusia.
Dengan perkembangan perbankan Islam, juga berkembang praktek ekonomi Islam yang lain, seperti leasing, asuransi, pasar modal, dana pensiun, pegadaian, lembaga zakat, koperasi dan lain sebagainya. Kemajuan ini menjadi sinyal positif untuk menunjang segala kebutuhan masyarakat yang diselenggarakan secara Islami, mengingat sebelumnya belum tersedia pelayanan dan proses pemenuhan kebutuhan masyarakat yang sesuai dengan syariat Islam.
Perekonomian yang Islami, perlu adanya instrumen yang menunjang, baik yang disediakan oleh pemerintah maupun swasta. Perkembangan praktek ekonomi Islam di masyarakat cukup pesat sehingga perlu mendapatkan sebuah payung hukum dan aturan yang berfungsi untuk melindungi proses ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat. Termasuk dalam hal ini lembaga pembiayaan non bank perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah. Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana langsung dari masyarakat. Bidang usaha lembaga pembiayaan mencakup beberapa alternatif kegiatan pembiayaan seperti sewa guna usaha (leasing), anjak piutang (factoring), kartu kredit (credit card), dan pembiayaan konsumen (consumer finance).
Memasuki dekade tahun 2000 industri jasa pembiayaan di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat sehingga menuntut industri jasa pembiayaan dapat menyesuaikan diri dengan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan jasa keuangan yang sangat kompleks. Perkembangan industri jasa pembiayaan ini secara keseluruhan telah mampu menjadikannya sebagai suatu industri yang cukup menonjol dalam dunia bisnis khususnya sektor keuangan yang diperlukan dalam menunjang pembangunan ekonomi secara nasional.[5]
Peranan yang menonjol dari industri jasa pembiayaan adalah menyediakan dana bagi masyarakat yang memerlukan sumber dana pembiayaan baik untuk keperluan investasi, modal kerja, atau semata-mata untuk barang yang akan dipakai sendiri (konsumsi). Dana yang disalurkan oleh industri jasa pembiayaan kepada masyarakat diharapkan akan dapat bermanfaat untuk mendorong perkembangan perekonomian nasional.
Dengan perkembangan kegiatan industri jasa pembiayaan yang sedemikian pesat, Pemerintah dalam hal ini Departemen Keuangan dituntut untuk mengoptimalkan perannya sebagai regulator dan supervisor kegiatan jasa pembiayaan melalui upaya kebijakan yang mendorong kearah perkembangan industri jasa pembiayaan secara berkesinambungan. Salah satu upaya Departemen Keuangan dalam rangka optimalisasi peran dilakukan melalui peningkatan fungsi pembinaan dan pengawasan secara berkelanjutan dengan tujuan untuk memastikan bahwa pengelolaan kegiatan industri jasa pembiayaan telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk di dalamnya perusahaan pembiayaan yang berbasis syariah.
Pada hari Senin, 10 Desember 2007, Bapepam dan LK melalui Peraturan Ketua Bapepam dan LK Nomor Per-03/BL/2007 dan Nomor Per-04/BL/2007 telah menerbitkan satu paket regulasi yang terkait dengan Perusahaan Pembiayaan yang melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah, yaitu Peraturan tentang Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah dan Peraturan tentang Akad-Akad Yang Digunakan Dalam Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah. Penerbitan paket regulasi tersebut adalah untuk memberikan landasan hukum yang memadai berkaitan dengan kegiatan Perusahaan Pembiayaan yang melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah serta guna memenuhi kebutuhan masyarakat pada industri pembiayaan yang memerlukan keragaman sumber pembiayaan dan pendanaan berdasarkan pada syariat Islam.
Pembahasan kedua peraturan dimaksud telah melibatkan Asosiasi Perusahaan Pembiayaan dan Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Terhadap kedua peraturan tersebut, DSN-MUI, melalui surat Nomor B-323/DSN-MUI/XI/2007 tanggal 29 Nopember 2007 telah menyatakan bahwa secara umum kedua peraturan dimaksud tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan fatwa-fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN-MUI.[6]
Adapun lingkup pengaturan dari peraturan tentang kegiatan perusahaan pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah antara lain meliputi: (1) pengaturan yang terkait dengan sumber pendanaan yang antara lain dapat dilakukan melalui pendanaan Mudharabah Mutlaqah, pendanaan Mudharabah Muqayyadah, pendanaan Mudharabah Musytarakah dan pendanaan Musyarakah; (2) pengaturan yang terkait dengan kegiatan pembiayaan bagi perusahaan pembiayaan yang dapat dilakukan melalui pembiayaan dengan menggunakan akad-akad Ijarah, Ijarah Muntahiah Bit Tamlik, Wakalah Bil Ujrah, Murabahah, Salam dan Istishna : (3) kewajiban perusahan pembiayaan untuk memiliki Dewan Pengawas Syariah; dan (4) kewajiban pelaporan.
Sedangkan peraturan tentang akad-akad yang digunakan dalam kegiatan perusahaan pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah, bertujuan untuk memberikan pedoman tentang hak dan kewajiban para pihak, obyek atas transaksi, persyaratan-persyaratan pada setiap jenis akad serta dokumentasi yang digunakan oleh perusahaan pembiayaan dalam melakukan kegiatan usaha pembiayaan dengan menggunakan akad-akad sebagaimana telah diatur dalam peraturan dimaksud.
Dengan demikian, perkembangan Leasing secara singkat, sebagai berikut:
1.      Leasing dikenal sejak 2000SM oleh bangsa sumeria masih belum dalam lembaga perbankan.
2.      400SM bangsa Nippur mulai mengembangkan dalam lembaga perbankan.
3.      1850M di Amerika leasing diperkenalkan oleh Tom Clark , berlanjut muncul perusahaan-perusahaan leasing 1952M.
4.      1974M diperkenalkan di Indonesia.
5.      10 Desember 2007 terbit regulasi yang terkait Perusahaan Pembiayaan berdasar prinsip syariah.

2.3  Dasar Hukum Leasing Syari’ah
1.      Al-Qur’an
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhan-Mu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan yang lain. Dan rahmat Tuhan-Mu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS.43:32)
“dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kamu kepada Allah dan ketauhilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS.2:233)
2.      Hadist
  “berbekamlah kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada tukang bekam itu.” [7]
 “berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering.”[8]
 “Barang siapa mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya” [9]
 “dahulu kami menyewa tanah dengan (jalan membayar dari) tanaman yang tumbuh. Lalu Rasulullah melarang kami cara itu dan memerintahkan kami agar membayarnya dengan uang emas atau perak.” [10]
 “Allah Ta’ala berfirman: Ada tiga golongan yang pada hari kiamat (kelak) Aku akan menjadi musuh mereka: (pertama) seorang laki-laki yang mengucapkan sumpah karena Aku kemudian ia curang, (kedua) seorang laki-laki yang menjual seorang merdeka lalu dimakan harganya, dan (ketiga) seorang laki-laki yang mempekerjakan seorang buruh lalu sang buruh mengerjakan tugas dengan sempurna, namun ia tidak memberinya upahnya.”[11]
 “Rasulullah melarang dua bentuk akad sekaligus dalam satu obyek”[12]
3.      Fatwa Dewan Syariah Nasional
·         Fatwa DSN No:09/DSN-MUI/IV/2000 tentang IJARAH (Berisi tentang Rukun dan Syarat Ijarah, Ketentuan Objek Ijarah, Kewajiban LKS dan Nasabah dalam Pembiayaan Ijarah).
·         Fatwa DSN No: 27/DSN-MUI/III/2002 tentang AL-IJARAH AL-MUNTAHIYAH BI AL-TAMLIK (Berisi tentang Rukun dan Syarat akad Ijarah Muntahiyah Bittamlik, Ketentuan, dan Hal-hal yang dilakukan jika terjadi perselisihan).

2.4  Praktek Operasional Leasing Syari’ah
Sebelum mengenal lebih dalam tentang leasing syariah, terlebih dahulu harus mengenal pihak-pihak yang terlibat pada pembiayaan leasing. Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam proses pemberian fasilitas leasing adalah sebagai berikut:
a.       Lessor.
Merupakan perusahaan leasing yang membiayai keinginan para nasabahnya untuk memperoleh barang-barang modal.
b.      Lessee
Nasabah yang mengajukan permohonan leasing kepada lessor untuk memperoleh barang modal yang diinginkan.
c.       Supplier
Pedagang yang menyediakan barang yang akan dileasing sesuai perjanjian antara lessors dengan lessee dan dalam hal ini supplier juga dapat bertindak sebagai lessor.
d.      Asuransi
Merupakan perusahaan yang akan menanggung resiko terhadap perjanjian antara lessor dengan lessee. Dalam hal ini lessee dikenakan biaya asuransi dan apabila terjadi sesuatu, maka perusahaan akan menanggung resiko sebesar sesuai dengan perjanjian terhadap barang yang dileasingkan.[13]

·         Macam-macam kegiatan leasing syariah/ ijarah
1.       Ijarah adalah akad sewa menyewa antara pemilik ma’jur (obyek sewa) dan musta’jir (penyewa) untuk mendapatkan imbalan atas obyek sewa yang disewakannya. Ijarah Muntahiyah bittamlik adalah akad sewa menyewa antara pemilik obyek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas obyek sewa yang disewakannya dengan opsi perpindahan hak milik obyek sewa pada saat tertentu sesuai dengan akad sewa.[14]
2.      Perpindahan hak milik obyek sewa kepada penyewa dalam ijarah muntahiyah bit tamlik dapat dilakukan dengan:
a.       Hibah
b.       Penjualan sebelum akad berakhir sebesar harga yang sebanding dengan sisa cicilan sewa
c.        Penjualan pada akhir masa sewa dengan pembayaran tertentu yang disepakati pada awal akad
d.        Penjualan secara bertahap sebesar harga tertentu yang disepakati dalam akad.
3.       Pemilik obyek sewa dapat meminta penyewa menyerahkan jaminan atas ijarah untuk menghindari risiko kerugian. Jumlah, ukuran, dan jenis obyek sewa harus jelas diketahui dan tercantum dalam akad.
·         Praktek operasional Leasing Syari’ah

Ijarah
Leasing
1
Objek: manfaat barang dan jasa.
Objek : Manfaat barnag saja.
2
Methods of Payment :
a.       Contingent to performance

b.      Notcontingentto performance
Methods of Payment : not continget to performance

3
Transfer of Title :
a.       Ijarah : no transfer of title
b.      IMBT : promise to sell or hibah at the beginning of period
Transfer of title :
a.       Operating Lease : no transfer of title.
b.      Financial lease : option to buy or not to buy, at the end of period.
4
Lease Purchasse/ sewa beli : bentuk leasing seperrti ini haram karena adanya gharar, (yakni antara sewa dan beli)
Lease-Purchase / sewa – beli. Ok.
5
Sale and Lease Back OK.
Sale and Lease Back OK.

1)      Objek

Bila dilihat dari objek yang disewakan, leasing hanya berlaku untuk sewa menyewa barang saja. Jadi yang disewakan dalam leasing terbatas pada manfaat barang saja. Dalam ijarah objek yang disewakan bisa berupa barang maupun jasa/tenaga kerja. Ijarah bila diterapkan dalam mendapatkan manfaat barang disebut sewa-menyewa, sedangkan dalam mendapatkan manfaat tenaga kerja/jasa disebut upah-mengupah.

2)      Metode Pembayaran[15]
Leasing hanya mempunyai satu metode pembayaran, yakni yang bersifat Not Contingent to Performance. Artinya : pembayaran sewa pada leasing tidak teerganttung pada kinerja objek yang disewa.
Dari segi metode pembaayaran ijarah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ijarah yang pembayarannya tergantung pada kinerja objek yang disewa dan ijarah yang pembayarannya tidak tergantung pada kinerja objek yang disewa. Ijarah yang pembayaraanya tergantung pada kinerja objek yang disewa disebut ijarah, gaji dan atau sewa. Sedangkan, ijarah yang pembayaraannya tidak tergantung pada kinerja objek yang disewa disebut ju’alah, atau succes fee.

3)      Perpindahan Kepemilikan (Transfer of Title)
Dari aspek perpindahan kepemilikan, dalam leasing kita kenal ada dua jenis: operating lease dan financial lease. Dalam operating leas, tidak terjadi pemindahan kepemilikan aset, baik awal maupun di akhir periode.




      Operating Lease                                                         No Transfer of Title
 

Gambar 1.1 Operating Lease
Dalam financial lease, di akhir periode sewa si penyewa diberikan pilihan untuk membeli atau tidak membeli barang yang disewa tersebut. Jadi transfer of title masih berupa pilihan, dan dilakukan di akhir periode.
 Financial Lease                                                                 Transfer of Title with Options :
1.       To buy
2.       Not to buy
 






Gambar 1.2 Financial Lease
4)      Lease Purchase
Lease Purchase yakni kontrak sewa sekaligus beli. Dalam kontrak sewa beli ini, perpindahan kepemilikan terjadi selama periode sewa secara bertahap[16]. Bila kontrak sewa-beli ini dibatalkan, hak milik barang terbagi antara milik penyewa dengan milk yang menyewakan.
Lease and Purchase

                         Transfer of title during the whole period
     




Gambar 1.3 Sewa-Beli
5)      Sale and Lease-Back
Sale and lease-back terjadi bila, misalnya A menjual barang X ke B, tetapi karena A tetap ingin memiliki barang X tersebut, B menyewakannya kembali kepada A dengan kontrak financial lease, sehingga A mempunyai pilihan untuk membeli barang X tersebut di akhir periode.
BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Leasing syariah merupakan pembiayaan alternative di bidang UMKN bagi masyarakat yang ingin bergelut di bidang usaha.  Dalam konsep pembiayaan syari’ah dalam artian perusahaan kredit, pada saat ini sudah banyak menerapkan dengan menggunakan prinsip syari’ah. Salah satu yang menjadi indikator perusahaan menggunakan sistem syari’ah dikarenakan terbebas dari bunga atau riba dibandingkan dengan perusahaan konvensional yang masih menggunakan sistem bunga. Prinsip syari’ah yang diterapkan dapat memberikan kemudahan sebagian besar masyarakat dalam memenuhi kebutuhan mereka.
Setelah melihat produk yang ditawarkan dan penerapannya pada perusahaan leasing syariah di atas, kita dapat melihat ada sedikit perbedaan antara isi dari pengertian dan konsep Leasing atau system Ijarah dalam makalah ini dengan produk dan penerapannya pada perusahaan leasing syariah terbebut. Dalam konsep leasing dengan dasar ijarah tidak ada opsi transaksi menggunakan akad murabahah, sedangkan dalam produk yang ditawarkan perusahaan leasing tersebut ada opsi menggunakan akad murabahah.
Melihat adanya penawaran produk pada perusahaan leasing syariah dengan akad murabahah sejauh ini cukup sesuai. Karena murabahah masih dalam konsep ekomoni Islam (syari’ah). Dengan adanya perusahaan pembiayaan yang berbasis syariah bukan bank menjadi salah satu alternatif dari metode pembiayaan yang lebih fleksibel dalam menyalurkan dana berupa pembiayaan secara syariah kepada masyarakat di Indonesia. Praktik perusahaan pembiayaan yang  berlandaskan syariah akan lebih menjadi alternatif yang tepat dan prospektif mengingat sebagian besar umat Islam merupakan mayoritas penduduk di Indonesia.
Untuk menunjang perkembangan perusahaan pembiayaan syariah diperlukan perhatian semua pihak, agar perusahaan pembiayaan berbasis syariah dapat berkembang dan terkendali dengan baik berada dalam real syariah. Sekali lagi, komitmen dan peran pemerintah menjadi sebuah keniscayaan yang menjadi pendukung utama terhadap pertumbuhan dan perkembangan perusahaan pembiayaan syariah di Indonesia.
Daftar Pustaka

Ayub Muhammad. 2007. Understanding Islamic Finance A-z Keuangan Syari’ah. Terj. Aditiya Wisnu Pribadi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Tunggal W Amin, Tunggal D Arif. 1994. Akuntasi Leasing (Sewa Guna Usaha). Jakarta : Rineka Cipta.
Chaptra M Umer, Tariqullah Khan. 2008. Regulasi dan Pengawasan Bank Syari’ah. Jakarta : Bumi Aksara.
Ibrahim warde. 2009. Islamic Finance : Keuangan Islam Dalam Perekonomian Global. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Dimyauddin Djuwaini. 2008.  Pengantar Fiqh Muamalah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Karim A Adiwarman. 2010. Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan. Jakarta: Raja Grafindo Perseda.




[1]Ibrahim warde,  Islamic Finance : Keuangan Islam Dalam Perekonomian Global. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2009.
[2]Amin W Tunggal. Akuntansi Leasing (sewa guna usaha). Jakarta : Rineka Cipta. 1994. Hlm. 2
[3] Amin W Tunggal. Akuntansi Leasing (sewa guna usaha). Jakarta : Rineka Cipta. 1994. Hlm. 3

[4] Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008, hal: 153

[5]Kasmir. Bank dan lembaga keuangan lainnya edisi keenam. Jakarta: RajaGrafindo Persada. 2002.
[6] Subagyo dkk. Bank dan Lembaga keuangan lainnya. Yogyakarta: STIE YKPN. 2002.
[7] HR.Bukhari dan Muslim
[8] HR.Ibnu Majah
[9] HR. ‘Abd ar-Razzaq dari Abu Hurairah dan Abu Sa’id al-Khudri
[10] HR.Nasa’i
[11] Hasan: Irwa-ul Ghalil no: 1489 dan Fathul Bari IV: 417 no: 2227
[12] HR Ahmad dari Ibnu Mas’ud
[13] Gemala Dewi. Aspek-aspek Hukum Dalam Perbankan Dan Perasuransian Syariah Di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2006.
[14] Karim, Adiwarman. Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan. Jakarta: RajaGrafindo Persada. 2004. Hlm. 137

[15] Karim, Adiwarman. Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan. Jakarta: RajaGrafindo Persada. 2004. Hlm. 141.
[16] Karim, Adiwarman. Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan. Jakarta: RajaGrafindo Persada. 2004. Hlm. 144.